Senin, 19 Desember 2011

Budaya Malu Saat Ulangan Semester

Ulangan Semester bagi sebagian peserta didik sering dianggap sebagai momok yang menakutkan dan kadang kala mereka mempersiapkan diri sedemikian rupa untuk mendapatkan nilai sempurna, dari strategi mengatur tempat duduk supaya saling berdekatan, penerbitan koran, bahasa isyarat, berbisik, sms dan sebagainya.
Setiap sekolah mempunyai strategi khusus yang diterapkan dalam meminimalisasi kecurangan saat ulangan.
Di SMA Kristen 2 Tomohon, dengan keterbatasan ruang kelas maka saat Ulangan Semester, kami menerapkan sistem acak dalam Ruang Ujian, yaitu 1 Ruang di isi dengan peserta didik kelas X, XI, XII,juga peserta didik dilarang membawa apapun ke ruang ujiaan mulai dari hp, kalkulator, kertas apapun, buku/tas dll, selain pulpen, pensil dan karet penghapus
Secara khusus dengan sistem 1 ruang ujian di tempati oleh peserta didik kelas X,XI dan XII  ternyata peserta didik dapat diminimalisasi untuk curang sebab hal paling hakiki dari hidup yaitu malu dieksploitasi keluar dari diri mereka karena kalau kakak kelas ketahuan adik kelas curang pasti malu atau adik ketahuan kakak juga pasti malu.
Budaya malu ini, dirasa efektif dilaksanakan di sekolah kami karena dengan jumlah peserta didik 265 orang dan semua wajib tinggal di asrama membuat mereka sangat saling mengenal dan dipermalukan menjadi hal yang sangat dihindari karena pasti yang bersangkutan akan kehilangan pamor.
Bagaimana menjaga pamor dan budaya malu sangat perlu ditekankan oleh kita para pelaku pendidikan kepada generasi penerus kita agar negeri ini sesudah kita akan semakin Jaya dan Sejahtera, Adil  dan Makmur serta bebas KORUPTOR.  Amin 

3 komentar:

  1. Menyontek seperti tindakan yang sudah menjadi budaya para pelajar di sekolah. Dari tindakan ini, nantinya akan membuat para pelajar untuk berbuat curang dikehidupannya.
    Mengapa para pelajar menyontek? Umumnya untuk bersaing di sekolah agar mendapatkan prestasi yang baik. Ada beberapa pelajar yang merasa dirugikan oleh tindakan ini, karena persaingan yang seharusnya mereka hadapi di sekolah adalah persaingan yang sehat dan jujur. Bukanya persaingan yang tidak sportif. Mereka berjuang mengorbankan pikiran, tenaga dan waktu dengan belajar. Namun, di lain sisi ada pelajar yang acuh terhadap pelajaran (menyontek). Meskipun pelajar yang belajar kadang kala memperoleh nilai yang lebih tinggi dari plagiator. Namun hal tersebut tetap merugikan beberapa pelajar.
    Bagaimana upaya untuk mengurangi tindakan menyontek? Menyontek seperti sudah menjadi kebiasaan dari para pelajar, jadi sangat susah untuk dihilangkan dari budaya para siswa, namun masih dapat dikurangi. Salah satu cara untuk mengurangi tindakan tersebut dimulai dengan orang tua, sekolah, teman dan diri sendiri. Yakinkan dan niatkan pada diri sendiri bahwa kita mampu bersaing dengan teman sekelas, dan rutin belajar. Peranan orang tua cukup memantau dan mendukung anaknya belajar di rumah dengan menambahkan elemen-elemen yang menunjang proses belajar mereka di luar sekolah atau bila perlu orang tua dapat memberikan sebuah reward atas prestasi anaknya. Untuk sekolah, terapkan metode belajar yang disenangi murid agar setiap pelajaran bermakna dan kontekstual. Peran sekolah yang menerapkan sistem seperti yang ada di SMA Kristen 2 Tomohon ini juga sangat membantu siswa untuk mengurangi kebiasaan menyontek saat ujuian. Untuk teman, biasakan membantu teman yang mengalami kesulitan dalam belajar di sekolah. Hal seperti inilah yang sebaiknya dilakukan agar tindakan menyontek dapat dikurangi.
    Keberhasilan upaya tersebut bisa berjalan dengan baik, jika empat komponen tersebut saling mendukung. Namun pada dasarnya pelajar itu sendirilah yang dapat merubah dirinya sendiri untuk tidak menyontek.

    BalasHapus
  2. Ada sedikit tips praktis untuk mengatasi anak/siswa yang suka mencontek :
    1. Tampilkan sosok dan sikap seorang guru/pendidik yang dalam keseharian di sekolah bahkan di rumah tidak suka mencontek dan mengedepankan kejujuran dalam hal apapun. Usahakan. Ini akan diidentifikasi oleh anak/siswa dan menjadi teladan yang baik. Introspeksi diri kita, apakah dulu semasa kita belajar/kuliah juga sering mencontek ? Bukankah pepatah mengatakan, buah yang masak itu tidak jatuh jauh dari pangkal pohonnya ? Mari, rubah sikap jelek tsb.

    2. Baik di sekolah maupun di rumah, kita sebaiknya menjaga nilai kejujuran untuk selalu diterapkan. Mintalah kepada suami/istri dirumah untuk kompak. Begitu juga di sekolah, sebaiknya semua guru maupun karyawan juga mempunyai sifat dan sikap yang sama untuk melarang mencontek. Jangan yang satu melarang, terus yang lain membiarkan, wah, kalau ini yang terjadi tidak bakalan tuh anak ngerti mana yang benar mana yang salah.

    3. Tanamkan pada anak bahwa mencontek itu tak akan menyelesaikan masalah. Alih-alih menyelesaikan masalah, kalau dibiarkan terus menerus bagaimana anak kita akan menjadi pandai dan rajin belajar, kalau untuk mendapatkan nilai baik cukup dengan mencontek. Kagak ada kerja kerasnya dan otak gak pernah mau berpikir. Intinya, mencontek itu jelas berdosa.

    4. Sediakan akses terhadap bahan ajar yang cukup untuk semua anak/siswa, jangan sampai kekurangan sehingga mereka dapat belajar dan mengerjakan tugas dengan baik. Jika ada kesulitan, jangan bosan-bosan untuk kita tanya dan bantu. Sediakan alat tulis, buku dan peralatan belajar yang cukup.

    5. Luangkan waktu kita yang cukup untuk melayani mereka, mengatasi kesulitan mereka. Ajari dengan sabar dan baik. Sehingga anak/siswa jika merasa kesulitan, ada tempat untuk bertanya, sehingga di kala menghadapi ulangan/tes/ujian penuh percaya diri untuk mengerjakan sendiri. Termasuk juga, kita selalu menerapkan cara mengajar yang kreatif, metode serta menggunakan berbagai alat dan bahan ajar yang baik sehingga anak merasa senang dan paham dalam belajar.

    6. Tampilkan dan pasang slogan anti mencontek atau kata-kata untuk menanamkan kejujuran pada anak/siswa. Pasang ditempat-tempat yang sering dilalui siswa dan mudah dilihat sehingga mereka merasa untuk selalu diingatkan.

    7. Jikalau dengan cara diatas, anak/siswa masih juga mencontek terutama pada saat ulangan/tes/ujian, ya gampang saja...tegur yang baik, jangan dibiarkan apalagi seolah-olah kita tidak melihat. Kalau dibiarkan wah gawat, bisa rusak anak kita. Kalau saya jika melihat ada anak mencontek, langsung saya datangi meja anak tsb, kemudian tanpa banyak ba-bi-bu, kita silang aja lembar jawab anak yang mencontek tsb, kalau bisa pakai pulpen merah, pasti anak merasa takut bahwa nilai ulangannya akan dikurangi. Padahal sih, kita biasa saja....hehe...Yang penting anak merasa kalau mencontek itu salah.

    8. Untuk anak/siswa yang berulangkali masih mencontek juga ya...kita tegur kalau perlu kita tangani (guru BK/Kepala Sekolah), dan sebaiknya dengan memanggil orangtua sehingga orangtua akan mengerti perkembangan anaknya di sekolah.

    9. Baik juga dikala upacara bendera hari senin, atau tiap kali rapat dengan orangtua masalah ini kita singgung sehingga siswa dan orangtua tahu dan paham bahwa nilai kejujuran menjadi perhatian utama sekolah kita. Ingat ! sekarang kan sedang digalakkan pendidikan budaya dan karakter bangsa. Nah, menurut saya salah satu nilai yang sekarang sudah mulai luntur adalah KEJUJURAN.

    10. Yang terakhir, marilah kita senantiasa berdo'a dan berharap pada ALLAH SWT agar kita diberi kekuatan dan kesabaran untuk senantiasa teguh dalam menanamkan nilai kejujuran pada diri anak. Amin Ya Robbal 'Alamiin. Salam sukses... Insya ALLAH dengan TIPS diatas, anak/siswa kita tidak akan mencontek lagi. Amiin YRA.

    Mari mencetak generasi muda harapan bangsa yang tangguh, jujur yang akan mengelola negara ini di masa depan dengan baik...

    BalasHapus
  3. budaya malu cukup efektif, selama tidak ada motorik-motorik perusak. hanya saja kalau sudah ada yang kehilangan urat malu, ya pada akhirnya semua mau menyonek, bahkan bisa jadi tidak menyontek menjadi momok tersendiri. kenapa tidak juga diterapkan di perguruan tinggi. masih di perguruan tinggi belajar curang, mau jadi apa kelak? apalagi di perguruan tinggi tempat para pendidik. ya bayangkan saja bagaimana nanti sikapnya ke para peserta didiknya :(

    BalasHapus